POTENSI PENULARAN IMS DAN HIV PADA KEJAHATAN SEKSUAL ANAK DIBAWAH UMUR  

POTENSI PENULARAN IMS DAN HIV  PADA KEJAHATAN SEKSUAL ANAK DIBAWAH UMUR   

 

Belakangan ini kasus yang seringkali terjadi adalah kasus kekerasan terhadap anak. Satu dari sekian banyak kasus kekerasan terhadap anak yang membuat miris adalah kasus kejahatan seksual. Tak kurang dalam sebulan telah terjadi tiga kasus kejahatan seksual terhadap anak di Kabupaten Tangerang. Hingga tulisan ini ditulis, kasus kejahatan seksual terhadap anak terjadi dan dalam proses penanganan hukum di kepolisian.

Sungguh mengkhawatirkan masa depan anak-anak yang menjadi korban kejahatan seksual, selain masa depan mereka yang ikut hancur, korban kejahatan seksual juga rentan dengan berbagai gangguan kesehatan.

Rangkaian Peristiwa Kejahatan Seksual Yang terjadi di Kabupaten Tangerang Sebulan Terakhir.

28 September 2016

Seorang gadis berumur 15 tahun, sebut saja bunga, asal Kecamatan Pakuhaji, Kabupaten Tangerang,  diculik oleh seorang pemuda yang baru saja dikenalnya melalui sosial media. Gadis polos yang masih duduk di bangku SMP tersebut disekap selama tiga hari. Selama itu pula bunga digauli oleh pelaku sebanyak 8 kali. Tak tanggung-tanggung, setelah puas menggauli korban, pelaku yang adalah seorang pengangguran asal Kosambi, tersebut meminta tebusan kepada keluarga korban sebesar 100 juta.

5 Oktober 2016

Berselang satu minggu, kejadian serupa menimpa Dahlia (14), seorang gadis asal Teluk Naga, digauli oleh seorang laki-laki paruh baya yang berpura-pura menjadi seorang dukun. Modus pelaku yang berpura-pura bisa mengobati berbagai macam jenis penyakit, pola mendekati korban melalui sosial media. Korban yang mengaku sering merasakan sakit kepala tersebut diminta datang oleh pelaku untuk berobat seorang diri. Saat korban datang pelaku mengatakan bahwa penyakit korban bisa sembuh jika mau disetubuhi.

Korban yang masih polos hanya bisa mengikuti perintah pelaku. Korban yang masih duduk dibangku SMP ini mengaku jika dirinya sudah digauli oleh ‘dukun cabul’ tersebut sebanyak 10 kali. Selain berbuat asusila pelaku juga merekam aksinya lewat kamera handphone, rekaman itu menjadi alat memeras korban untuk menggaulinya kembali. Bahkan pelaku juga mengancam akan menyebarkan video tersebut jika korban berani melapor.

17 Oktober 2016

Dua minggu kemudian nasib memilukan kembali dialami oleh Melati (13), bocah asal Balaraja, yang masih duduk dibangku SMP digilir oleh empat kawanan pemuda. Aksi empat pemuda ini terbilang nekat selain menggauli korban secara bergantian, gadis malang tersebut disekap dalam sebuah bak mobil truk selama 4 hari.

Kejadian berawal saat korban yang tengah mencari anjing peliharaannya yang hilang di tengah lapang, korban yang sedang kebingungan di dekati oleh salah seorang pelaku. Berdalih akan membantu mencari anjing peliharaannya pelaku membujuk korban untuk ikut berkeliling menggunakan sepeda motor. Namun bukan diajak mencari anjing miliknya, gadis lugu tersebut malah dibawa oleh pelaku ke rumah pelaku lainnya. Keempat pelaku yang berprofesi sebagai sopir dan kernet truk tersebut langsung menyekap korban didalam bak mobil.

Untuk melancarkan aksi bejatnya para pelaku membawa korban hingga ke Kampung Bandan, Jakarta Utara. Disanalah Korban yang disekap selama 4 hari dan menjadi korban kejahatan seksual berkali-kali. Bahkan para pelaku juga melakukan anal seks pada korban, karena takut diancam akan dibunuh korban yang terbilang masih anak-anak ini hanya bisa pasrah atas peristiwa yang menimpa dirinya.

Dampak Pada Korban

Anak yang menjadi korban dalam kasus kejahatan seksual, secara jangka pendek dan jangka panjang dapat mengakibatkan gangguan fisik dan gangguan mental. Gangguan fisik yang terjadi adalah resiko gangguan kesehatan. Saat melakukan hubungan kelamin, sering kali masih belum bersifat sempurna, karena organ vital dan perkembangan hormonal pada anak belum sesempurna orang dewasa. Bila dipaksakan berhubungan suami istri, menjadi siksaan yang luar biasa apalagi dilakukan dibawah paksaan dan ancaman.

Para pelaku yang biasa disebut dengan pedofilia ini kerap bergonta-ganti pasangan atau korban, korban dapat memungkinkan terkena penyakit infeksi menular seksual (IMS) yang merupakan pintu gerbang terinfeksi HIV apabila pelaku pembawa HIV. Bahaya lain yang mengancam yakni ketika terjadi kehamilan, beberapa penelitian menunjukan perempuan yang hamil dibawah usia 20 tahun beresiko terkena kangker leher rahim. Karena pada usia remaja, sel-sel leher rahim belum matang, dan jika terpapar Human Papiloma Virus (HPV) pertumbuhan sel-sel pada mulut rahim akan berubah menjadi kangker.

Tak hanya itu, hubungan intim yang dilakukan secara paksa dan di sembarang tempat tersebut dapat berakibat masuknya bakteri, virus maupu parasit berbahaya pada tubuh, baik pada tubuh korban maupun pelaku. Bakteri yang masuk bisa melalui lubang anal, organ vital, atau mulut, yang mengakibatkan penyakit seperti Hepatitis, Sifilis,  hingga Infeksi Chlamydia menjangkit pada tubuh keduanya.

Peran dan Pengawasan Orang Tua.

Kenyataan ini tentu sangat memprihatinkan dan harus menjadi perhatian serius, karena menyangkut nasib korban seksual di masa depan. Para orang tua harus waspada terhadap orang-orang yang dicurigai dan  berpotensi melakukan kejahatan seksual pada anak. Karena pada prinsipnya orang tua memiliki peran penting dalam mencegah aksi kejahatan seksual pada anak. Dengan akses tekhnologi yang semakin canggih dan mudah, mereka yang memiliki orientasi seks menyimpang ini banyak mendekati korban melalui sosial media.

Sehingga penting bagi orang tua untuk mendampingi perilaku anak dalam bermedia sosial. Banyaknya anak-anak sebagai pengguna aktif sosmed, dikhawatirkan sosmed dijadikan sarana oleh para pelaku kejahatan seksual untuk mempengaruhi anak-anak. Seyogyanya orang tua yang bijak mampu menjadi teman sekaligus pelindung bagi anak, dengan mengajarkan pada anak bahwa selalu ada kemungkinan orang yang berniat jahat datang mendekatinya.

(Ricky Ferdian-Kontributor KPA Kabupaten Tangerang)

Leave a Reply