SELAMATKAN IBU RUMAH TANGGA DARI PENULARAN HIV AIDS

SELAMATKAN IBU RUMAH TANGGA DARI PENULARAN HIV AIDS

 

Sejak tahun 1987 upaya pengendalian penularan HIV AIDS di seluruh penjuru dunia mulai digerakkan, pada tahun-tahun terakhir ini memunculkan data yang ironis, dimana tingkat penularan HIV AIDS justru tertinggi ada di kalangan Ibu Rumah Tangga (IRT), yang semula digolongkan sebagai kelompok resiko rendah.

Tengok saja, laporan Kementerian Kesehatan dua tahun berturut-turut, pada September 2014 profesi Ibu Rumah Tangga menduduki posisi tertinggi dengan 6.500 kasus, disusul Wiraswasta 6.200 kasus sedangkan Perempuan Seks Komersial (PSK) yang tergolong beresiko tinggi malahan berada pada posisi ke enam. Lalu laporan terbaru pada Desember 2015, kembali profesi IRT berada di puncak dengan 10.626 kasus, disusul Karyawan 9.603 kasus, wiraswasta 9.439 kasus, petani/nelayan 3.674 kasus, buruh kasar 3.191 kasus dan penjaja seks 2.578 kasus. Profesi Pegawai Negeri Sipil dan Mahasiswa/Anak Sekolah berada pada posisi terbawah, masing-masing 1.819 kasus dan 1.764 kasus (Sumber: Kemenkes, 26 Februari 2016).

Sejak gelombang pertama penanggulangan HIV AIDS periode 1987-1997, posisi tertinggi penularan berada di komunitas Lelaki Seks Lelaki (LSL), yang beralih pada gelombang ke dua  periode 1997-2007 yang mengarah kepada para pemakai jarum suntik di kalangan pemakai narkoba. Gelombang ke tiga periode 2007-2011 posisi teratas penularan HIV AIDS  jatuh pada kelompok beresiko paling tinggi yakni PSK. Dan mulai 2011-2015 peringkat terbanyak penularan HIV AIDS terjadi pada Ibu Rumah Tangga.

Kenapa Ibu Rumah Tangga?

Ibu Rumah Tangga yang selama ini dikenal sebagai kelompok beresiko rendah, karena pada lazimnya pada sebuah keluarga, selama pasangan suami isteri menjaga kesetiaan masing-masing pada pasangan sahnya, maka kemungkinan terjadi penularan HIV AIDS sangatlah kecil. Ini berarti, makin banyak para suami yang berkeliaran di luar rumah dan melakukan hubungan seksual dengan para Pekerja Seksual Aktif (PSK) yang beresiko tinggi maupun dengan para Pekerja Seksual Pasif (selingkuhan, pacar gelap, pemandu lagu di Karaoke, pemandu di Billiard, pemijat di Panti Pijat Plus-Plus dan lain-lain).

Celakanya hubungan seksual ini sering dilakukan tanpa menggunakan pengaman (kondom), sehingga terjadi interaksi langsung yang menjadikan tindakan ini sebagai tindakan beresiko tinggi. Para suami yang bersenang-senang di luar rumah ini, tidak menyadari sudah membawa virus HIV dari pasangan yang berganti-ganti ke dalam rumahnya sendiri, dan sekaligus menularkan virus HIV kepada isteri sahnya. Kondisi makin gawat lagi, bila IRT ini akhirnya hamil akibat hubungan seksual bersama suaminya. Jika IRT mengetahui HIV nya lebih dini, kemungkinan untuk mencegah penularan ke bayi yang dikandungnya bisa diminimalisir, akan tetapi, jika IRT telat mengetahui HIV-nya, Apakah bayinya akan ikut tertular virus HIV atau tidak?.

Bila pasangan suami isteri ini menyadari telah melakukan tindakan beresiko, maka pasangan suami isteri ini harus berani melakukan pemeriksaan HIV, yakni VCT beberapa kali. Karena sekali pemeriksaan belum tentu dapat mendeteksi positif atau negative  tertular virus HIV. Karena adanya masa jendela yang biasanya masih mengaburkan hasil tes.

Upaya Pencegahan

Dari hasil tes HIV ini, dapat diketahui apakah isteri yang sedang hamil tertular virus HIV atau tidak, bila isteri tertular virus HIV, harus segera dilakukan perawatan khusus agar bayi dapat diselamatkan dari penularan virus HIV. Bila penyelamatan gagal dilakukan, paling tidak dapat dilakukan langkah-langkah preventive bagi keluarga yang tergolong Odha ini. Suami yang terdeteksi mengidap virus HIV juga harus tidak melakukan hubungan seksual lagi dengan isteri lainnya (bila ada) maupun dengan pacar-pacar gelapnya dan harus berhenti mengunjungi lokasi pelacuran maupun memesan PSK melalui jaringan e-prostitusi, karena suami ini dapat menularkan lagi virus HIV yang diidapnya ke wanita-wanita lainnya.

Selain melakukan upaya tes HIV terhadap pasangan suami isteri yang isterinya sedang hamil dan suaminya pernah melakukan tindakan beresiko tinggi, upaya pencegahan lainnya adalah melakukan konsultasi dari rumah ke rumah, untuk mengingatkan para Ibu Rumah Tangga, agar waspada bila suaminya sering melakukan tindakan beresiko tinggi. Hal ini harus dilakukan karena berdasar data penelitian di Indonesia, 4.9 juta wanita Indonesia menikah dengan pria beresiko tinggi dari 6.7 juta pria yang sering membeli seks baik ke lokalisasi pelacuran maupun e-prostitusi.

Data terakhir menunjukkan bahwa pengidap HIV AIDS secara gender berada pada lelaki (61%) dan perempuan (39%), sehingga dapat dipetakan perbandingan secara gender dua lelaki dan satu perempuan telah mengidap HIV AIDS.

Kesimpulan

Para suami bila ingin melindungi isterinya dari penularan HIV AIDS di rumahnya sendiri, hendaknya mulai menghindari melakukan tindakan beresiko tinggi dan harus selalu setia dengan pasangan sahnya, meskipun sering bertugas ke luar kota/negeri. Demikian pula para isteri juga tidak boleh selingkuh dengan pria-pria  lain, setialah selalu pada pasangan sah, semua ini demi keamanan diri Anda sendiri dan keluarga Anda. Karena sekali Anda tertular virus HIV, dampaknya dapat berimbas kepada keluarga Anda sendiri maupun bayi-bayi yang akan Anda lahirkan ke dunia ini.

(Sutiono Gunadi)

Leave a Reply